UNDANG-UNDANG KEMERDEKAAN PERS
Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers (“UU Pers”) Pasal 1 angka 1 UU Pers menyebutkan "pers adalah lembaga sosial."
UU Pers No 40 Tahun 1999 Pasal 4 ayat dua (2) menyebutkan, terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran. Di ayat selanjutnya disebutkan, untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan, dan informasi.
Pasal 4 ayat satu (1) disebutkan, kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi manusia. Pasal 6 UU Pers menyebut pers nasional melaksanakan peranannya, sebagai berikut: a. memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui; b. menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormati kebhinekaan; c. mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar; d. melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum; e. memperjuangkan keadilan, dan kebenaran.
Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 pasal 18 ayat 1 tentang pers, setiap orang yang dengan sengaja dan secara melawan hukum melakukan tindakan yang menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan pasal 4 ayat 2 dan 3 dapat dikenai sanksi pidana berupa penjara hingga 2 tahun atau denda maksimal Rp 500 juta.
Pada pasal 4 ayat 2 dan 3 menyatakan jika kebebasan pers harus dilindungi dari segala bentuk pembatasan yang dapat menghambat kinerjanya. Pers berhak untuk mengakses, mengolah, dan menyampaikan informasi kepada publik tanpa adanya intervensi dari pihak mana pun, demi menjaga transparansi dan kebebasan berekspresi.
KODE ETIK JURNALIS WARNA KALIMANTAN :
Demi prinsip transparansi/keterbukaan serta bukti profesionalitas dan originalitas kompetensi dalam jurnalistik, jurnalis Warna Kalimantan dilarang melakukan plagiasi artikel berita pihak lain, menukil dari pihak lain seolah-olah dari dirinya, atau menggunakan foto pihak lain tanpa menyebutkan sumbernya.
Termasuk dilarang memanfaatkan AI dan sebagainya secara signifikan dalam menulis berita, atau tidak menyebutkan bahwa penulis yang menonjol pada artikelnya sebenarnya adalah AI yang membuat, untuk mencari kekaguman atau memperdaya.
Jurnalis Warna Kalimantan harus menjaga Independensi dan bersikap Independen serta mengutamakan hati nurani dan kejujuran.
Menghormati kebenaran dan hak publik untuk memperoleh kebenaran.
Menjaga kebebasan pers dan melawan serta menentang setiap upaya untuk menghalanginya.
Menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dan menghormati keberagaman (toleransi).
Memberikan perhatian lebih kepada isu ketidakadilan, kemiskinan, pemberantasan korupsi, kelompok marginal dan minoritas, perempuan dan anak.
Dilarang menjadi anggota dan pengurus partai politik dan tidak menjadi tim sukses atau tim pemenangan orang atau lembaga yang terlibat dalam politik praktis.
Tidak menyembunyikan informasi penting yang berkaitan dengan kepentingan publik atau menyalahgunakannya untuk kepentingan pribadi.
Beprinsip imparsial, adil (fair) serta berpikiran terbuka. Sadar bahwa kebenaran bisa datang dari mana saja, termasuk dari pihak yang tidak disukai, maka melakukan pemberitaan diharuskan dengan keberimbangan.
Melakukan verifikasi untuk mendapatkan fakta dan data yang akurat, dengan selalu menguji dan memeriksa ulang informasi dan data dengan pengecekan di lapangan atau mengkonfirmasi kepada sumber yang kompeten.
Tidak menggunakan nama samaran sebagai penulis dan editor pada berita, sebagai bentuk akuntabilitas kepada publik, kecuali karena alasan keselamatan atau kebijakan khusus dari media.
Memisahkan antara fakta dan opini dalam menulis berita, kecuali pendapat interpretatif (tafsiran) atas data dan fakta diperbolehkan dalam berita, sejauh hal itu untuk menggambarkan atau memperjelas pengertiannya.
Tidak membuat opini yang menghakimi, memberikan stigma, atau menyudutkan pihak tertentu. Seperti vonis sebelum diketahui jelas faktanya, atau memvonis seseorang atau suatu organisasi bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Tidak membuat karya jurnalistik yang beritikad buruk untuk menyerang atau menyudutkan seseorang atau lembaga. Salah satu bukti tidak adanya itikad buruk adalah dengan bersungguh-sungguh memeriksa dan menguji fakta serta mengkonfirmasikannya, sebelum mempublikasikannya.
Menghormati asas praduga tak bersalah. Penerapan asas ini ditunjukkan dengan cara menyebutkan status hukum seseorang sesuai kondisi sebenarnya. Misalnya ia harus diungkapkan secara akurat berstatus “tersangka” jika sudah dalam proses di kepolisian, “terdakwa” saat sudah di pengadilan, dan seterusnya. Jika statusnya belum ditetapkan, maka ia harus disebut dengan istilah “diduga” atau “terduga” untuk setiap kejahatan yang dialamatkan terhadapnya.
Menaati asas perlindungan terhadap anak berusia di bawah 18 tahun yang menjadi pelaku atau korban tindak pidana. Bentuk perlindungannya dilakukan dengan menyamarkan identitasnya. Identitas anak itu antara lain: nama lengkap, foto, alamat, sekolah, nama orang tua dan keluarga terdekat, serta ciri lain yang melekat. Bila mendesak harus mewawancarai anak harus seizin dan didampingi orang dewasa yang berkompeten.
Meralat informasi atau data yang diketahuinya tidak benar. Ralat dilakukan oleh jurnalis atau media meskipun belum ada komplain dari publik. Ralat dilakukan secepatnya pada kesempatan pertama setelah kekeliruan diketahui.
Melayani permintaan koreksi terhadap berita yang dinilai salah, keliru atau tidak akurat. Jika kesalahan tersebut fatal atau tidak dapat diubah/diperbaiki, maka harus disertai permintaan maaf.
Koreksi yang disampaikan pihak lain, baik pihak yang terkait dengan berita maupun tidak, wajib dilayani.
Wajib memenuhi hak jawab yang disampaikan seseorang, sekelompok orang, organisasi, atau badan hukum yang menganggap suatu pemberitaan merugikan nama baik mereka. Namun Hak Jawab yang dilayani harus memenuhi unsur kekeliruan atau ketidakakuratan fakta. Hak jawab harus dimuat pada kesempatan pertama dan diupayakan di tempat yang sama dengan tempat pemuatan berita tersebut. Hak jawab yang dimuat tidak boleh berbayar.
Penyuntingan boleh dilakukan terhadap materi tanpa menghilangkan substansinya.
Menghormati privasi narasumber dengan tidak mengangkat informasi yang bersifat pribadi dalam karya jurnalistik. Misalnya, keluarga (suami, istri, anak, mertua, dan sebagainya) tidak perlu dimasukkan dalam pemberitaan kecuali ada kepentingan publik di dalamnya atau terdapat keterkaitan kuat dari keluarga yang bersangkutan dalam kasus tersebut.
Bersikap bijak dan hati-hati dalam mengutip pernyataan narasumber di media sosial, pertemuan langsung, atau percakapan dengan seseorang yang tidak ditujukan untuk konsumsi khusus pers. Harus menyampaikan dan meminta izin kepada narasumber tersebut jika pernyataannya akan dikutip untuk berita.
Bersikap hati-hati dalam memakai narasumber anonim. Penggunaan narasumber anonim (tidak beridentitas), baik atas permintaan narasumber maupun atas keputusan jurnalis atau redaksi, harus dengan pertimbangan matang dan informasinya terverifikasi, karena hal itu berpeluang membawa implikasi hukum. Salah satu pertimbangan memakai narasumber anonim adalah karena informasinya penting untuk diketahui publik, tetapi ada resiko ancaman fisik dan psikis jika identitasnya tidak disamarkan.
Menggunakan Hak Tolak demi melindungi narasumber. Tidak mengungkap identitas narasumber yang memberikan data atau informasi, termasuk saat ditanya aparat penegak hukum.
Menghormati kepatutan sosial dan sopan santun aturan dalam menjalankan profesinya, mulai dari mencari sampai dengan mempublikasikan berita. Salah satunya adalah dengan meminta izin meliput atau memotret, kecuali untuk acara atau lokasi yang terbuka untuk umum. Pengecualian dibenarkan untuk peliputan investigasi yang dilakukan demi kepentingan publik dengan tetap mempertimbangkan aspek pertanggungjawabannya secara hukum.
Bersikap hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya penghakiman oleh pers. Untuk menghindari hal ini, maka harus menerapkan asas keberimbangan dan imparsialitas.
Tidak melakukan perbuatan, membuat karya dan/atau menyampaikan secara terbuka sikap kebencian, prasangka, merendahkan, diskriminasi dalam masalah suku, ras, bangsa, gender, orientasi seksual, bahasa, agama, pandangan politik, orang berkebutuhan khusus, atau latar belakang sosial lainnya.
Menghormati hak narasumber yang menolak diwawancarai atau tidak bersedia memberikan pernyataan saat dikonfirmasi.
Menghargai kondisi traumatik mereka yang menjadi korban bencana, korban konflik sosial, korban kejahatan seksual, atau korban kekerasan. Dengan tidak memaksa korban menjawab pertanyaan. Korban kejadian bencana, konflik sosial, kekerasan, dan kejahatan seksual tidak dieksploitasi untuk mengejar sensasi.
Menghormati hak narasumber untuk memberikan informasi latar belakang, off the record, dan embargo.
Menjaga kerahasiaan identitas korban kejahatan seksual, dan pelaku serta korban tindak pidana di bawah umur.
Tidak boleh mengikuti kompetisi jurnalistik yang diselenggarakan oleh lembaga yang bertentangan dengan prinsip dan nilai Warna Kalimantan.
Tidak memiliki profesi rangkap yang berpotensi mengganggu independensinya sebagai jurnalis.